Selasa, 13 Desember 2011

Cerpen


BELAJARLAH DARI ANAK-ANAK!!!
Oleh: RESI SUSANTI
“Si, kamu apa-apaan sih? Jalan gak hati-hati! Pake nyambet barang orang sagala lagi. Lihat ne, Hp ku jatuh dan berkeping-keping gini.”
“Ah, baru juga Hp butut. Gimana kalo yang lain? Mungkin secara tiba-tiba kamu akan berubah jadi allien dan bersiap-siap menerkamku. Auuummmmm... haha... haha...,” Chelsi terbahak.
“Si!! Ini bukan sebuah lelucon. Bukannya minta maaf, eh malah menghina Hp aku,” Janis mulai sewot.
“Alah berapa sih harganya? Barang murahan dipermasalahkan juga. Ntar aku ganti deh. Gak usah khawatir! Kaya gak tahu aja, aku ini siapa. Aku ini seorang anak pe-ja-bat kaya raya di kota ini,”balas Chelsi angkuh.
“Si, bagi kamu mungkin ini barang murahan. Tapi bagiku ini sangat berharga. Tahu kenapa? Karna aku mendapatkannya dengan hasil jeripayah ku sendiri. Aku gak netek lagi, menengadahkan tangan sama orang tuaku. Jadi orang, jangan hanya banggain orang tua, tapi banggain potensi yang kita miliki sendiri.”
Janis hanya bisa mengeluarkan getah matanya. Dia menyesal tidak dapat menjaga barang berharga yang ia dapatkan bersusah payah.
ى ى ى ى
“Si perkataanmu tadi tajam banget. Janis pasti sakit hati dan marah sama kamu,” teman-temannya menasehati.
“Alah biasa aja kali. Ntar juga baekan lagi. Hanya dengan bilang ‘Eh, Nis sory ye!’ ntar ngambeknya juga reda.”
“Si, Si... kamu terlalu menganggap segalanya itu mudah. Semoga saja kamu gak kemakan sama otakmu yang menyepelekan segala sesuatu. Ingat itu sebuah kesombongan!”
“Kok loe-loe pade ceramahin gue? Tenang aja friend.”
Dengan super easy Chelsipun minta maaf pada Janis. Namun tak ada respon dari Janis. Janis hanya mematung, cuek dan segera berlalu dari depan Chelsi.
“Hei Nis, kamu egois banget sih? Aku kan udah minta maaf. Kenapa kamu diam aja? Ngomong kek!”
“Ho, kamu mau minta maaf? Kalo gitu kamu beli aja pake duit orang tuamu. Mungkin di pasaran banyak orang yang jual maaf. Atau ke loak aja sekalian...!” Janis mendorong pundak Chelsi dengan jari-jarinya yang lentik gemulai.
“Heh, untung juga aku mau minta maaf dan mau menggantinya dengan yang lebih baru. Bukannya terimakasih, malah sok jual mahal,” Chelsi mulai kesal. Baru kali ini dia tak mampu taklukkan masalah.
Kesalahan Chelsi bertubi-tubi menusuk hati Janis. Bukan hanya soal Hp, tapi kesombongan dan keangkuhan serta ketajaman kata-kata Chelsi terhadapnya membuat hati Janis semakin membeku dan tidak akan luluh oleh maafnya.
“Tiada maaf bagimu!” nurani Janis menggelora. Permasalahan itu semakin hari semakin membengkak dan tiada berujung pada titik temunya. Janis semakin tersinggung oleh polah Chelsi yang selalu menyindir dan menjahilinya.
“Teman-teman tau gak? Ada orang nih, barang sudah butut, trus gak sengaja jatuh olehku. Trus aku mau ganti dengan yang baru, eh dianya nolak. Munafik banget gak sih?” wajah dan bibir Chelsi yang seksi mengarah pada Janis yang kebetulan lewat disampingnya menuju tempat duduknya.
“Aw... iii... siapa kamu?” Janis teriak.
Suasana kelas menjadi riuh disaat teman-teman sekelasnya tertawa melihat Janis terkejut. Ternyata Chelsi telah memberikan kejutan buat Janis. Janis mendapati lorong mejanya penuh dengan kecoa. Chelsi tahu bener apa yang ditakuti Janis karena dahulu mereka sahabat karib. Namun setelah kekayaan, jabatan serta status menghampiri papanya, Chelsi pun berubah.
“Gak lucu, tau!”
ى ى ى
“Beck, kurang ajar banget sih Lu. Harmonika kesayangan gue jadi rusak gini. Ini gara-gara lo. Lu tau? Ini belinya di Perancis. Hadiah ulang tahun gue yang ke 10 tahun. Sudah tujuh tahun gue jaga harmonika ini dan sekarang harus rusak di tangan lo. Lo apain sih?” Chelsi geram.
“So sory! Gue pikir dengan cara begini suaranya akan semakin enak di telinga. Tapi kok bagian-bagianya jadi lepas begini?” Ibeck berusaha memperjelas insiden yang menimpanya.
“Lo gak kan bisa ganti. Merk ini gak ada di Indonesia. Sekarang lu kluar dari rumah gue. Keluar! Kluar kata gue!” Chelsi mendorong Ibeck keluar rumahnya
“Tapi, Chel...”
“Kluar...!”
“Sudahlah Chel, Ibeck kan gak sengaja. Ini jadi pelajaran juga bagi Lu Chel.”
“Maksud Lu apa?”
“Dengan ini Lu bisa merasakan bagaimana perasaan kita ketika barang yang sangat berharga kita, dirusak oleh orang lain.”
“Teman berduka bukannya dihibur, malah diberi ceramah. Heh, mending kalian pulang deh! Pusing gue liat kalian jika kalian masih disini.”
“It’s Okay...”
Chelsi menangis terisak, pikirannya berkaca dengan insiden yang telah terjadi padanya beberapa waktu yang lalu bersama Janis. Sekarang apa yang dirasakan Janis mulai merasuk hatinya. Kesadaran mulai menghampirinya.
“Sobat, maafin aku yang menganggap remeh dirimu saat itu.”
***
“Sini balikin! Balikin mainanku! Balikin...!
“Nggak, aku mau pinjem. Aku pinjem...!”
“Yah...” serentak kedua anak itu menderu. Mainan yang mereka perebutkan tadi rusak. Anak kecil pemilik mainan tadi menangis.
“Ca, maaf...”
“Ganti dulu!”
“Iya, tunggu mama ku pulang dulu ya! Bagaimana jika kita main yang lain aja dulu!” anak yang merusak mainan tadi berusaha mengibur temannya.
Selang beberapa waktu kedua anak ini bermain bersama lagi. Tidak ada rasa dendam di hatinya, keriangan kembali mengisi hati mereka. Janis terkesima melihat prilaku anak-anak ini. Dia merasa sangat egois saja dalam menghadapi masalahnya dengan Chelsi. Keras kepala Janis mulai meliuk seperti kerupuk yang ditetesi air. Hati Janis luluh melihat kelembutan dan keputihan hati anak-anak ini. Janis menyesali keegoisannya.
“Jika setiap orang dewasa memiliki kelembutan hati seperti anak-anak, mungkin di dunia ini tidak ada yang namanya permusuhan, perselisihan, kesalahpahaman serta peperangan. Aku mau saja memaafkan Chelsi, tapi aku ingin saja menghukumnya dengan segala keangkuhannya. Aku harus mampu membuatnya sadar sampai dia kembali pada kebenaran. Tapi... ah sudahlah. Hanya Allah yang berhak menghukum hamba-Nya yang bersalah,” bisiknya.
***
“Dek, ntar kalo ada teman kakak yang datang, bilang saja kakak belum pulang ya! Lusa kakak beliin coklat. Okey!!”
“Okey deh. Itu mah gampir.”
“Thanks Dek! Kamu mang adik yang baik,” Janis mencubit hidung Riza yang mancung dan segera menaiki anak tangga menuju kamarnya.
“Baik sih baik, tapi hidungku memerah gini. Huh kakak slalu begitu, memangnya hidungku oek-oek apa,” umpat Riza.
“Kakak kenapa Dek?”
“Gak tau tu Bu. Tapi lusa aku dibelikan coklatttt, coklat-coklattt,” Riza bernyanyi menyuarakan makanan kesayangannya dengan riang.
“Coklat mulu Nak, ntar giginya karatan,” ibu menasehati adik.
“Gampang Bu. Tinggal digosok aja. Seperti yang sering diajarkan kakak. Jika suka makan coklat jangan lupa gosok gigi!”
“Assalamu’alaikum....”
“Wa’alaikumussalam. Eh Kak Chelsi. Nyari Kak Janis ya?”
“Tau saja Kamu Dek. Kakak bawa sesuatu buat kamu. En ing eng. Panggilin Kak Janis dunk!” Chelsi menyodorkan sebungkus coklat ke adiknya Janis.
“Maksud Kakak apa ini? Penyuapan ya? Tapi makasih deh.”
Dengan diam-diam Janis mengintip dari kamar.
“Eh ada Nak Chelsi. Sudah dari tadi ya? Dek, kenapa kak Janisnya belum dipanggilin? Panggilin gi!”
“Tapi Bu, kata kak Janis jika temannya datang, bilang saja kakak belum pulang. Makanya lusa aku dibelikan coklat.”
“Huh, Janis mengajarkan yang tidak baik pada adiknya. Dek, adek lupa pesan ibu? Kita tidak boleh bo...”
“Hong... maaf deh Bu. Tapi kata kak Janis kita tak boleh mengkhianati amanat orang lain. Itu sama saja kita munafik dan munafik itu tempatnya di kerak-kerak neraka kelak di akhirat. Ciri-ciri munafik itu ada tiga dan salah satunya jika dipercayai ia khianat. Adek gak mau Bu ditempatkan di kerak-kerak neraka. Bahan bakar neraka itu kan batu dan manusia. Iiiii ngeri.”
“Nah, itu kakakmu pintar mengajarkan kamu. Sekarang, panggilin kakak di kamar ya! Jangan membantah!”
“Ih Adik, kenapa pake bilang kaya gitu segala. Aku jadi gak ada muka bertemu Chelsi,” umpat Janis.
“Kak, di bawah ada teman kakak tuh dan kakak juga dipanggilin sama ibu.”
“Dasar anak badung! Kok kamu ngasih tau ibu, kakak ngasih kamu coklat karena boong?”
“Mana aku tau. IDL, Itu Derita Loh. Weeek...”
“Awas kamu!!! Kakak cubit,” Janis mengejar adiknya.
“Hai...” sapa Chelsi.
“Ngapain kesini? Hoh, aku lupa. Palingan juga mau minta maaf. Jadi duit bapakmu belum mampu beli maaf ya?”
“Nis, kok ngomongnya gitu sih? Aku kesini benar-benar mau minta maaf. Aku menyesal telah berbuat seperti itu padamu.”
“Eeeeeh... jadi kakak-kakak pada musuhan ya? Pantesan Kak Chelsi gak pernah lagi kesini. Katanya gak boleh musuhan, karena permusuhan akan menjadi benih di hati kita yang mengakibatkan timbulnya penyakit hati. Gimana sih orang dewasa? Bisanya cuma omdong. Omong kosong doang, tapi gak pernah dilakukan.”
“Heh, gak boleh nguping! Itu namanya gak sopan. Main sana! Awas lo kakak lempar,” Janis melemparkan bantal kecil di pangkuannya kepada adik.
“Gak kena... gak kena...” adik segera berlalu dari situ.
Suasana hening mengisi ruangan tempat mereka berdua berada.
“Aku mau saja maafin Chelsi, tapi apa dia akan berubah dan tak kan melakukannya pada orang lain,” Janis berkata-kata dalam hati.
“Nis,...”
“Apa? Mau maaf dari aku? Okey deh aku maafkan.”
“Serius Nih? Duh sohibku, makasih,” refleks Chelsi merangkul Janis.
“Apa-apaan sih?  Pake rangkulan segala,” Janis berusaha melepaskan rangkulannya dan mengeluarkan ekspresi marah. “Eh, tapi enak juga kayanya pake rangkulan.”
“Haha... haha...” Janis dan Chelsi terbahak.
Anak-anak mengajarkan kita untuk senantiasa memiliki hati yang bersih, tanpa dinodai penyakit hati seperti dendam, benci, dengki dan iri hati. Anak-anak juga mengajarkan kita bagaimana kita senantiasa jujur dan berperilaku lurus sesuai apa yang kita utarakan dan kita ajarkan pada anak-anak. Kita tidak hanya bisa mengajari mereka tapi juga mengamalkan apa yang kita sampaikan.
Dengan hati bersih, ketulusan dan kemauan mengucapkan atau memberi maaf pasti akan terlaksana. Badaipun pasti berlalu, persahabatan mereka kembali seperti dulu.
^^THANK YOU^^
MEI 2007
Dulu kita sahabat, teman begitu hangat mengalahkan sinar mentari...........
Dulu kita sahabat, berteman bagai ulat yang berubah menjadi kupu-kupu........
Persahabatan bagai kepompong..........
SAHABAT-SAHABATKU,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
            Semoga kita hari ini, besok dan selamanya selalu jadi sahabat, dunia wal akhirat.......................................!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
NB: Silahkan kritik dan saran-sarannya teman-teman!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar